Febriyan Lukito

Belajar dari Seseorang

Proses belajar itu tidak pernah berhenti sepanjang hidup. Setuju gak? Nah kebetulan hari Kamis sore lalu, di saat Jakarta mengalami kemacetan parah di daerah segitiga emas (Kuningan, Thamrin, Sudirman), saya kembali belajar dari seseorang. Seseorang ini hanya sepintas lalu saja hadir dalam hidup saya, tepatnya hanya 2 menit saja, tapi pembelajaran yang diberikan sungguh berharga bagi saya.

belajar dari seseorang tidak dikenal
Belajar dari seseorang tak dikenal di jalanan Jakarta

Belajar Dari Seseorang – Siapapun Bisa

Jadi, Kamis sore itu, saya harus ikut training di daerah Kuningan jam 6 sore. Saya tiba di perempatan Kuningan (yang lagi perbaikan jalan itu loh – transit busway Kuningan Barat karena saya pakai APTB) jam 6 kurang 15 menit.

Saya kontak teman saya bilang kalau saya datang agak terlambat. Kemudian saat saya berjalan di jembatan transit, saya perhatikan jalanan padat tidak bergerak yang ke arah Menteng. Dari arah Ragunan pun juga. Bisa lama nih nunggu TransJakartanya kalau kayak gini.

Akhirnya saya memutuskan untuk naik ojek (bukan GoJek ya) dari sana ke daerah Setiabudi One, tempat saya training. Ternyata kemacetan ini tidak hanya di Kuningan saja kawans. Macet dari Sudirman Thamrin juga.

Jadi tukang ojeknya mengajak saya memutar melalui Kasablanka pun juga terjebak macet. Nah sebelum sampai di Kasablanka ini, tepatnya di perempatan Kawasan Mega Kuningan, saya diberikan pembelajaran itu.

Jadi di perempatan ini, kemacetan juga terjadi. Semua mobil dan motor sibuk klakson sana sini seperti biasa, seperti yang saya pernah tulis, rasanya kok pada suka dengan klakson. Di tengah itu sudah gak jelas tuh mobil yang arah mana yang mau jalan duluan mana yang gak bisa mana juga yang nyelak dan lainnya.

Pokoknya kalau lihat mah udah ruwet abis deh. Gak ada yang mau mengalah, demikian juga bapak ojek yang saya naiki.

Saya lihat memang ke arah kanan itu memang sudah tidak bisa gerak sama sekali, jadi bapak ojek ini coba tetap jalan walau itu giliran (lampu hijau) dari arah kiri yang lurus ke arah yang mampet tadi itu, demikian juga dengan beberapa pengendara motor ataupun mobil lainnya. Sehingga di tengah itu seperti yang tadi saya jelaskan (sayangnya saya tidak memfoto).

Bapak Tak Dikenal – Memberi Pembelajaran

Tiba-tiba, ada seorang bapak-bapak – mid 30-lah, dengan kumis tipisnya itu berdiri di depan sebuah taksi yang hendak belok kiri (boleh langsung) tapi terhalang mobil dari arah lawan yang sudah membuat tiga baris.

Dia menghentikan mobil yang tiga baris itu, dan menyuruh beberapa motor untuk maju perlahan (setelah membuka jalur motor itu sedikit). Dan kemudian taksi itu pun bisa belok  kiri. Bapak itu masih lanjut mengatur jalannya yang lain. Termasuk ojek yang saya tumpangi itu.

Seperti yang saya bilang, sayangnya saya tidak memfoto kejadian itu. Bapak itu terus mengatur jalur satu demi satu hingga jalan agak terbuka untuk semua. Entah dari mana dia datang, saya pikir sih dia salah satu supir yang juga terjebak macet di sana. Tapi hanya dia yang turun dan melakukan itu.

ES MOS SI

Memang kalau di Jakarta, harus siap dengan emosi gila-gilaan. Bener gak? Coba saja bayangkan diri kalian di tengah keadaan seperti tadi? Kalau Dani kan bisa sambil dengar lagu dangdut ya, sehingga stressnya berkurang tapi rupanya banyak juga yang tidak mengalami penurunan stress setelah mendengarkan lagu. Sampai akhirnya klakson indah terdengar saling bersahutan, membentuk irama musik sendiri.

Saya pernah menulis soal being proactive dengan contoh kemacetan ini sebelumnya tapi saya sendiri memang tidak pernah praktek soal being proactive seperti itu.

Namun Kamis sore kemarin itulah saya diberikan contoh nyata bentuk menjadi pribadi proaktif daripada reaktif.

Mungkin Bapak itu sendiri juga sebenarnya kesel dan emosi juga di tengah kemacetan itu, tapi dia memilih untuk keluar dan membantu mengurai kemacetan.

Dia melakukannya tanpa diminta dan tanpa bayaran. He did it to help, willingly.

Seberapa banyak sih yang mau bersedia melakukan hal seperti ini? Bayangkan jika diri kita di tengah kemacetan, apa yang akan kita lakukan? Keluar dan membantu mengurai seperti dirinya ataukah hanya mengutuk keadaan?

Be The Light or Cursing?

Willingness to do something to help others, inilah yang saya pelajari dari Bapak itu kemarin dan saya sangat berterima kasih dalam hati karena telah diberi kesempatan untuk belajar seperti ini.

Mungkin yang dia lakukan itu hanyalah sesuatu yang kecil tak ada artinya bagi yang lain, tapi bagi yang berada dalam kemacetan seperti kemarin itu, sangat membantu.

Instead cursing the dark, let’s be the light for others

Terima kasih Bapak sudah mengajarkan dan memberi contoh, siapapun Anda dan di mana pun Anda sekarang, saya doakan kebaikan hatimu menjadi contoh bagi yang lain. Dirimu telah menunjukkan bagaimana seharusnya kita belajar dari seseorang yang tidak kita kenal dan menjadi seseorang yang lebih baik lagi.

Exit mobile version