Site icon Febriyan Lukito

Pakai itu Lips(tick)

Jangan terkecoh dengan judulnya ya…. hahaha. Saya gak bahas soal lipstick kok. Gak ada pengalaman soal yang satu itu. Beberapa waktu lalu saya membaca postingan Ko Arman, lupa tapi yang mana, tapi di post itu ada soal Lip Sync Battle.

Video Anne Hattaway itu sendiri sudah saya nonton sebelumnya. Memang dia total banget di acara itu. Pas lip sync lagu Wrecking Ball. Dari kostum, gaya nyanyi sampai bandul bolanya juga ikutin habis si penyanyi asli (tahu gak siapa penyanyi aslinya?).

Nah, saya memang subscribe channel youtube yang ini. Dan barusan saya nonton yang Dwayne Jhonson – The Rock. Tahu gak dia nyanyi apa? Lagunya TT – itu katanya. Ternyata lagunya Taylor Swift: Shake It Off. Seru juga lihat gayanya dia. Mungkin akan lebih seru lagi kalau dia pakai cheerleader atau tutu ya.

Ini nih videonya.

Saya sih gak tahu kalau yang kali ini siapa yang menang. Tapi satu yang saya lihat sih, yang menang adalah mereka yang memberikan performance terbaik. Memang ini acaranya bukan masalah suara siapa yang bagus. Wong ini acara lip sync kok. Nah totalitas dalam bekerja seperti saat lip sync ini yang dinilai.

Saya jadi ingat pas jaman saya kerja dulu (kesannya dah lama banget ya saya gak kerja?). Saya pernah kesel, ngedumel sendiri sih. Gara-garanya adalah pas penilaian. PA – Performance Appraisal. Ada yang ngalami PA juga gak kayak saya?

Perform or not perform

Setiap akhir tahun, PA akan diedarkan untuk kita isi dan kemudian dicek oleh atasan langsung kita. Semua hal diperhitungkan sih. Mulai dari masalah absensi hingga personal work kita. Untuk absensi, saya gak masalah banget. 

Secara dulu itu saya pasti datang paling pagi (kantor di Thamrin).  Bahkan saya datang sebelum satpam. Hahaha. Tapi pulang sih cenderung tenggo (versi saya ya). 

Dalam satu setengah tahun kerja di sana, saya itu hanya telat 2 kali saja. Nah yang bikin saya kesal adalah penilaian atas kinerja pribadi saya. Kenapa? Begini ceritanya ambil gaya Fenni Rose

Kan tugas saya ngaudit saat itu. Jadi pas masuk, saya memang tidak pernah diberikan daftar tugas audit saya apa saja. Dan salahnya saya adalah saya tidak tanya juga target saya apa saja. PA ini kan dari saya dulu baru diajukan ke atasan untuk review bareng.

Nah saya isi kalau kinerja saya baik. Karena menurut pandangan saya (ya iya, pandangan saya – wong nilai sendiri kan?), saya mampu selesaikan semua tugas yang diberikan dengan baik kok. Saya kasih ke atasan saya. Dan nunggu dong dipanggil untuk bahas. Ternyata gak ada.

Pas dipanggil sudah hasil final yang atasan saya sudah diskusikan dengan atasannya lagi, jadi gak bisa diganggu gugat. Kesel dong. Tapi ya #sayamahgituorangnya gak mau debat (kala itu) walau menurut saya itu salah. Nrimo.

Jadi saya dijelaskan karena saya dianggap kurang perform dari sisi atasan. Alasannya ada beberapa. Satu adalah karena saya pulang tenggo terus (jam kantor sampai 17:30 saya rata-rata pulang jam 18:00). Satunya lagi karena ada audit yang tidak selesai tepat waktunya.

in my defense salah satu yang bikin audit tidak selesai tepat waktu adalah karena tujuan audit berubah di tengah jalan atas permintaan bos sendiri. Atau karena revisi laporan berulang-ulang menurut keinginan atasan saya. 

Review sama ketua tim sudah ok tapi begitu ke atasan, rubah banyak (biasalah ya – atasan baru style beda). Nah atas kedua apaaan itu saya diam saja, saya terima walau agak kesal. Dan akhirnya kenaikan gaji saya terpengaruh juga. 100ribu saja waktu itu. Sedih juga sih.

Tapi dari situ saya belajar. Setelah itu, walau saya tetap pulang seperti biasa (berhubung ngejar angkot ke rumah), saya berusaha minta detail tentang apa saja yang menjadi bagian audit saya. Saya gak mau seperti sebelumnya. Kalaupun ada perubahan, saya minta by email. hehehe. Dan kemudian saya pun jadi berani bicara. 

Memang setelah PA itu selesai, kisaran dua mingguan, saya diskusi dengan atasan saya, curcol dikitlah. Dan dia pun welcome untuk semua yang saya utarakan. Hanya saja untuk PA yang sudah, tidka bisa dirubah. Akhirnya saya juga belajar bahwa sebenarnya atasan itu mau mendengar, hanya kita saja yang kadang terlalu takut mengutarakannya. Mungkin karena sejak kecil kita sudah terpakem dengan sistem patriaki ya. (O iya, mengenai ini, kita harus tahu juga cara bicara dengan atasan, pengalaman kakak saya mengajarkan ini).

Nah kebiasaan ini pun saya bawa ketika saya pindah kerja. Saat pertama kali masuk, saya minta dengan jelas apa saja yang jadi tanggung jawab saya di awal. Seperti yang pernah saya tuliskan di Tips Melewati Masa Percobaan beberapa waktu lalu. Meminta detail tugas kita itu bukan hal yang salah. Harus malah. Sejak itu saya pun selalu mencoba mendapatkan detailnya sebelum memulai.

Dan atasan saya pun akhirnya memahami dan menghargai totalitas dalam bekerja saya dalam menggapai tujuan kerja itu. Walau saya kadang suka ngumpet (di tempat kerja baru ya – apalagi pas PRJ), dia welcome aja. Karena yang menjadi tugas utama saya tetap beres tepat waktu. Termasuk kalau saya pulang tenggo karena mengejar bus saya yang terbatas.

Totalitas dalam bekerja bisa diartikan macam-macam sih. Tapi yang saya pegang hingga sekarang adalah mengetahui tujuan kerja kita dan mencapainya. Itu sih. Cuma sekarang, saya mulai agak malas lagi. Masih perlu re-phrase myself dengan keadaan tidak terikat jam kerja ini. Bukan hal yang mudah ya ternyata. Kapan-kapan saya share ya.

Tapi yang pasti, totalitas dalam bekerja atau mengerjakan tugas kita adalah satu hal yang diperhatikan oleh atasan kita. Dan hal itu yang membawa diri kita bisa naik atau tidak. Itu sih setidaknya yang saya alami dan yang dialami juga oleh Anne di acara itu kan.

Kalau kalian, apa sih totalitas bagi kalian? Bagaimana menyikapinya selama ini?

NB: Sekarang Net TV juga menyiarkan acara Lip Sync battle ini juga loh, versi Indonesia. Sayangnya belum ada di channel khusus di youtube mereka nih.

 

Exit mobile version