Febriyan Lukito

Kehilangan Suara

Beberapa waktu lalu saya ada share soal gimana Yolanda Hadid nampar saya terkait ngeblog. Gimana caranya menjadi blog yang menonjol dan diingat orang? Udah baca belum? Kalau belum monggo loh dibaca dulu. Salah satunya yang saya tulis di sana adalah dengan bersuara.

Blog itu menjadi unik dan beda karena diperkenankannya kita mengeluarkan suara kita sendiri. Gak seperti dalam media online. Namun… gimana kalau kita kehilangan suara kita dalam ngeblog?

Kita melupakan bahwa kita bisa mengeluarkan opini kita dalam blog kita – eh tapi tetep harus bertanggung jawab ya. Kita hanya menuliskan event report bahkan menggunakan yang tertulis dalam press release. Mirip kayak media online. Jadi apa bedanya kita – blogger – dengan media itu?

Apa yang terjadi kalau kita – sebagai blogger – kehilangan suara?

Bisa Bersuara itu Menyenangkan…

Ada satu episode menarik dalam serial kesayangan saya – Grey Anatomy. Di episode ini, Meredith Grey dipukul oleh pasien hingga harus dirawat berbulan-bulan. Selama dirawat itu, dia tidak bisa ngomong. Percayalah, kalau dalam posisinya yang gak bisa bersuara itu, gak menyenangkan sama sekali.

Dia hanya tidur, duduk di atas kasur di ruang inap. Melihat rekan kerjanya semua datang dan bekerja. Padahal, dia ini orangnya talkative. Walaupun kadang dia tak beropini, namun dia akan bersuara di saat yang tepat pada orang yang dituju.

Kehilangan suara membuat Meredith Grey merasa sesak dalam dadanya. Itu setidaknya yang saya tangkap dari gesture tubuhnya selama dirawat. Hingga akhirnya dia bisa bersuara kembali – dia terlihat lebih tenang.

Jangan Abaikan Suaramu…. You Don’t Know Till Its Gone

Nah… sejak Jumat kemarin, saya pun mengalami seperti Meredith. Gak bisa bersuara karena sakit. Ada sih sebenarnya suara itu. Dikit. Serak-serak basah gitu.

Seksih deh pokoknya. Ya tapi gak enak aja rasanya. Ngomong ke orang harus berulang-ulang karena ndak jelas. Kan makin capek. Ibarat peserta The Voice aja sih. 

Ajang pencarian bakat ini beda dari yang lain karena konsepnya di mana para peserta hanya didengar berdasarkan suara. Dalam waktu 3 menitan, mereka harus bisa menggaet para mentor untuk membalikkan kursi mereka. Hanya dengan suara mereka.

Saya suka ajang pencarian bakat yang ini karena memang tidak mengutamakan penampilannya, hanya suara itu. Bukan hal mudah juga kan buat para pesertanya.

Meyakinkan para mentor dengan suara mereka. Kalau mereka sangat gugup, bisa jadi suara mereka tidak keluar dan mentor tidak akan membalikkan kursi dan memilih.

Kebayang kan gimana rasanya kalau kehilangan suara dalam kondisi mereka ini? Gimana kalau kita sebagai blogger kehilangan suara kita?

Kalau Blogger Kehilangan Suara

Kita kehilangan suara dalam setiap tulisan kita. Karena kita sudah pindah fokus. Bukan lagi pada menyampaikan apa yang penting bagi kita tapi pada hal lain.

Saya memahami kok kondisi di mana blogger yang sudah mulai monetasi blog – apalagi yang mengandalkan penghasilan dari sana – gak ada penghasilan lainnya.

Been there – and done some mistakes. Kesalahan dalam ngeblog yang gak saya banggakan – tapi terjadi.

cara menjadi blogger sukses untuk pemula: menjadi blogger yang menonjol
Kasih SUARA kita dalam setiap tulisan. Apa sih pendapat kita? Ini bisa menjadi titik beda kita dan akhirnya menjadi blogger yang menonjol dibanding yang lain

Demi sejumlah uang – biar bisa tetap hidup – semua saya ambil dan jalankan. Gak peduli tentang apa dan apa isi pikiran saya. Yang penting dapet.

Call me idealist 

Tapi saya sendiri lebih suka baca blog yang ada personal touch dari si penulisnya. Kalau mau baca semacam berita (baca: press release), saya lebih baik baca media online langsung. Gak cari blogger.

Terus saya pun ingat kata seorang blogger yang saya kenal:

Kita Dibayar – Jadi Tulis yang Baik-Baik Aja

Anonim

Ini sangat bertentangan sama apa yang ada dalam benak saya. Dalam menulis review produk, sekalipun kita, sebagai blogger mendapatkan sesuatu – entah uang atau barang – kayaknya ndak harus kayak gitu.

Apalagi kalau yang kita mau review itu sudah ramai di luaran dengan hal-hal negatif.

We – bloggers – have the power to say something. What we thought about it.

Cari info lebih dan menuliskannya dengan cara yang baik – bukan hanya mengkritik tapi juga menyertakan saran atau masukan.

Bagi saya, inilah sebenarnya tanggung jawab blogger – sama halnya seperti menyuarakan Gerakan Anti Hoax – bukannya turut menyebarkan hoax gitu aja. Termasuk dengan bertanya ketika ikut pelatihan – ini juga sebenarnya bagian dari gerakan anti hoax kan? 

Menjadi Suara Netral 

Kita sebagai blogger itu punya tanggung jawab lebih – terutama ketika kita sudah engage dengan brand tertentu. 

Bukan lagi masalah kita menyampaikan apa yang diberikan brand saja. Namun juga menyampaikan apa yang manjadi “permasalahan” di masyarakat. 

Hal yang sama juga jika kita bertindak sebagai buzzer atau influencer atau apalah namanya. 

Jika sebelumnya kita koar-koar mempertanyakaan produk, begitu dibayar kok langsung mingkem? Apakah memang sebesar itu saja “harga seorang dirimu”? 

to whom it may concern

Jika memang kita tidak bisa menjadi suara netral lagi hanya karena “bayaran”, saya sih yakin, kalau kita hanya menunggu waktu. 

Iya… menunggu waktu untuk tidak dipercaya lagi. 

Entah oleh pembaca blog kita (ataupun follower kita) maupun oleh brand untuk menyampaikan pesan produk. 

Nanti kalau sudah kehilangan suara itu pun… kita baru akan ketar ketir. Which is bit too late. 

Percaya Deh… Kehilangan Suara itu Gak Enak

Yang ada kita gak bisa menyampaikan apa yang seharusnya tanpa suara kita. Bahkan beberapa hari ini saya harus “berteriak” agar didengar. 

Kebayang kan kalau Bogger juga kehilangan suara? Berteriak-teriak pun masih belum dilirik. 

Exit mobile version