Febriyan Lukito

Mengatasi Pembatasan Bermimpi

“When you see the sky, you see how big the world really is and how small you are there. See? Sky has no limit, so does a dream.” – David Sihombing 

Mimpi…

Pernah ada yang berkata: “Udah deh… jangan ngimpi. Mana mungkin???”

Let's walk together to the top
Let’s walk together to the top

Sebuah perkataan singkat dan sederhana – mungkin dilontarkan pula dalam canda atau santai kepada kita – tapi perkataan itu dapat menjadi sangat menyakitkan. Yah, setidaknya bagi saya. Karena sering pernyataan seperti itu membuat saya sendiri jadi minder dan akhirnya melepaskan mimpi. Siapa yang pernah mengalami hal yang sama seperti saya?

Tapi membaca kutipan di blog Mas David Sihombing dengan foto langit yang indahnya itu, membuat saya berpikir. Hey… benar juga. Langit itu luas. Tak ada batasan. Begitu juga dengan mimpi saya. Tak terbatas. Yang membatasi adalah lingkungan sekitar kita dan diri kita sendiri. Itulah kenyataan yang terjadi dalam kehidupan siapapun saat ini.

Sikap kita, cara berpikir kita… itulah yang sebenarnya membatasi mimpi kita menjadi orang yang lebih baik dalam hal apapun itu. Dan mungkin, tanpa kita sadari, kita juga telah membatasi mimpi orang lain, melalui tindakan ataupun ucapan kita. Sekarang, apakah kita harus berhenti bermimpi ataupun menghentikan orang lain untuk bermimpi?

Please don’t… keep on dreaming and (seperti kata Agnes Monica) MAKE IT HAPPEN.

Kesalahan terbesar dalam bermimpi adalah membatasi mimpi itu dengan pikiran-pikiran negatif. Sedangkan dalam salah satu 7 Kebiasaan Efektif, kita diajak untuk selalu berpikir positif dengan tujuan akhir – Begin with the end of mind. Bagi saya, habit ke-2 ini adalah kata lain dari bermimpi. Tentukanlah tujuan akhir kita… dan pusatkan pikiran dan tindakan kita untuk mencapai tujuan akhir itu. Seperti dalam tulisan saya Menjemput Impian, mimpi itu tak lain dan tak bukan adalah untuk diri kita sendiri kok. Kita yang menikmatinya. Jadi kenapa kita harus berhenti bermimpi dan membatasi mimpi kita itu?

Tapi… kita kan punya keterbatasan? Masa kita bermimpi membabi buta?

Hei… i’m not saying that we should do that. Bermimpilah tanpa batas – tapi bukan membabi buta. Tentunya, saat kita bermimpi, kita juga tahu dong tentang diri kita. Siapa kita. Dan apa saja yang dapat kita lakukan ataupun kembangkan. Ibaratnya saat berperang, kita mengetahui dulu medan laga kita. Dalam bermimpi pun seperti itu. Kita harus tahu medan laga mimpi kita. Sampai mana kemampuan kita, apa saja yang harus kita perbaiki dari diri kita, langkah-langkah apa saja yang perlu kita lakukan.

Dalam Begin with the end of mind itu, saya tuliskan juga bagaimana menciptakan visi yang baik – berdasarkan Stephen R. Covey dalam bukunya itu. Dapat juga digabungkan dengan GOAL SETTING yang baik untuk bermimpi – saya selalu mengkaitkan mimpi dengan tujuan – tujuan hidup saya. Dalam membuat GOAL yang baik, kita harus tetap SMART, Specific, Measurable, Achievable, Realistic and Time Bound. Dalam postingan Goal Setting, saya tuliskan dengan detail pertimbangan yang perlu kita lakukan dalam bermimpi ini.

Inti dari postingan saya ini adalah seperti kutipan di atas… Bermimpilah setinggi langit… jangan membatasinya. Tapi lakukan apa yang perlu dilakukan untuk bermimpi dengan baik. Dan terakhir, agar sukses, kita harus konsisten dalam menjalankannya. Janganlah hanya bermimpi – yang tak terbatas – tapi wujudkan dengan penuh konsistensi dan ketekunan. Pasti kita akan sukses suatu hari nanti dengan semua impian kita telah ada dalam genggaman.

Mari… Bermimpi dan mewujudkannya.

Ryan

Exit mobile version