Site icon Febriyan Lukito

If You Cry…

Ada yang pernah bilang: “Habis gelap terbitlah terang”, bahkan beberapa teman malah mengatakan, habis hujan terbitlah pelangi. Indah kan ya kalau kita melihat itu. Pernah suatu kali pas mau berangkat ke rumah saudara, hujan besar turun. Kita memang sudah di mobil saat itu tapi ya… namanya hujan juga rasanya gimana gitu, pengennya sih balik ke ranjang terus tidur kan? Eh tapi, pas mau masuk pintu tol Cibubur, saya merasa untung tidak balik tidur. Karena saat itu ada pelangi. Walaupun dari kejauhan, pelanginya itu jelas. Pas lihat memang gak tergambarkan (lebaynya keluar nih).

Sebenarnya dalam hidup pun demikian. Beberapa kali kita mungkin melewatkan sesuatu yang indah yang seharusnya kita bisa nikmati karena kita memutuskan untuk menutup “mata” kita. Misalnya, mungkin kita melewatkan betapa beruntungnya kita yang masih bekerja saat ini karena kita melihat teman seangkatan kita memiliki karir yang lebih baik, gaji yang lebih wuah. Padahal, di luar sana, banyak yang sedang cari kerja, bahkan mereka itu lulusan dari luar negeri.

Inilah yang sering kita lakukan. Menutup mata kita dari keadaan yang ada karena kita memang tidak ingin melihatnya. Karena kita, sebagaimana manusia pada umumnya, ingin merasa dikasihani dengan keadaan kita. Bahwa kita inilah korban dari kehidupan yang kita jalani ini. Padahal, jika kita perhatikan, masih banyak yang tak seberuntung kita.

Membuka “mata”, inilah yang perlu dilakukan oleh kita agar kita dapat menyelami kehidupan dengan lebih baik lagi dan menghargai apa yang ada. Seperti yang dituliskan dalam salah satu blog yang saya baru saja follow, http://reisrei.wordpress.com/ Dia menulis tentang bagaimana hal-hal sederhana dalam hidup itu sudah ada di sana tapi hanya saja kita selama ini tak pernah menyadarinya. Padahal hal-hal inilah yang membawa kebahagiaan dalam kehidupan kita. Postingannya dapat dibaca di sini.

Membuka “mata” yang saya maksudkan bukanlah hanya dua buah mata yang kita punya. Terkadang kita pun harus membuka “mata” kita yang lainnya. Indera yang telah diberikan kepada kita selama ini adalah bagian dari “mata” kita untuk merasakan hal-hal ini. Termasuk juga “mata” hati.

Cobalah bayangkan…. Seberapa sering kita merasa bersyukur atas lampu yang masih terus menyala di rumah kita. Atau di kantor kita. Mata kita memberi kesempatan untuk melihatnya. Coba bayangkan jika kita tak bisa melihat, mungkin semua akan sama saja. Demikian juga dengan rasa asin yang kita rasakan saat makan. Pernah kan kita terburu-buru makan sup panas hingga lidah kita rasanya kelu. Di saat itu, semua makanan yang masuk sesudahnya, akan tak ada rasa.

Kehidupan di Liberia ini sangat membuat saya sadar bagaimana kehidupan di Indonesia yang selama ini saya sering caci maki dengan segala keadaan yang sepertinya tidak adil, tidak aman dan lainnya, justru ternyata kehidupan di Indonesia adalah kehidupan yang sungguh yang bagus.

Seperti itulah manusia terbiasa menyadari apa yang dimilikinya itu sebenarnya baik dan apa yang dicarinya selama ini pada saat mereka kehilangan apa yang dimilikinya itu. Tapi… it’s not to late to change… jangan biarkan kita menyadari apa yang ada di dalam hidup kita ini di saat semua itu pergi.

Tulisan ini saya buat karena saya mendapatkan kutipan yang saya suka berikut ini:

If you cry because the sun has gone out of your life, your tears will prevent you from seeing the stars – Rabindranath Tagore

 

Exit mobile version