Site icon Febriyan Lukito

030312 – Artikel – Cangkir Belajar

030312 – Artikel – Cangkir Belajar

Ada sebuah kisah yang membuat saya teringat selalu hingga sekarang, terutama saat sedang belajar.

Seorang biksu bertanya kepada seorang guru banyak hal. Ia ingin belajar sebanyak-banyaknya dari gurunya yang terkenal dengan kebijaksanaannya itu.

Sang guru dengan telaten satu per satu pertanyaan sang murid itu. Terus menerus. Suatu hari, sang guru mengajak sang murid ke sebuah gubuk di tengah taman indah. Di sana tersedia teh dan cangkir kosong.

Beliau meminta sang murid untuk menyiapkan dua cangkir teh. Maka disiapkanlah oleh sang murid tersebut. Setelah dituang, sang guru berkata:
‘Saya suka kamu ingin belajar. Dan sudah seharusnya kamu selalu belajar. Ingatlah. Belajar terus menerus selama hidupmu dari semua orang dan dari sekitarmu. Banyak yang bisa dipelajari.’

‘Namun.. Saat kamu belajar, ada satu hal yang harus kamu ingat.’ Lanjut sang guru sembari mengangkat teko berisikan teh tersebut. ‘Janganlah seperti cangkir terisi ini. Yang kalau dituang dengan teh yang baru akan meluap.’ Ujarnya sembari menuangkan teh ke dalam cangkir yang sudah terisi tersebut hingga meluap.

Beliau mengangkat cangkir yang meluap tersebut dan membuang isinya seraya berucap: ‘kosongkan terlebih dahulu cangkirmu agar bisa diisi kembali dengan teh yang baru.’ Beliau menuangkan teh ke dalam cangkir yang telah kosong itu tadi.

Sang murid mendengarkan dengan seksama dan berucap: ‘saya mengerti guru. Saya akan ingat selalu.’

Kisah di atas selalu teringat oleh saya saat sedang ‘belajar’ kehidupan. Saat belajar, selaiknya kita seakan menjadi cangkir kosong yang siap menerima teh baru. Bolehlah bertanya…. Tapi… Kosongkan wadah terlebih dahulu untuk menerima pembelajaran baru dengan lebih baik.

Jika tak sehati setelah mendengarkan dengan seksama dan memahaminya, barulah kita bertukar pendapat, bukan menghakimi.

Kita terkadang bersikap seperti itu dalam hidup. Judgment yang telah ada dalam pikiran kita akan satu kondisi membuat kita berpikir kritis namun tak mau mengalah. Terkadang, kita perlu mendengarkan keadaan yang sebenarnya, lalu telaah dengan seksama dan pikiran jernih, layaknya sebuah cangkir kosong yang siap diisi dengan teh yang baru.

Setelah mengetahui yang sebenarnya, dan kita tak sependapat, ajaklah bertukar pendapat/pandangan dengan baik – tanpa emosi.

Marilah belajar….
Dari sebuah cangkir kosong.

Ryan
030312 1303
Best Regards,
Febriyan Lukito

Exit mobile version